Oleh: Nofia Fitri
Para Ilmuan sepakat tentang bagaimana fenomena teknologi Big Data berkontribusi besar terhadap penelitian ilmu-ilmu sosial belakangan ini, khususnya Ilmu Politik. Kontribusi tersebut bahkan menjadi semacam “revolusi” dalam dunia penelitian di era modern, terutama dalam kaitannya dengan kajian Politik dan dunia digital. Diantara kontribusi teknologi big data, yang didalamnya terdapat upaya mengumpulkan, menyusun hingga menganalisa melalui prediksi atau yang disebut dengan “big data analysis” yaitu diantaranya membantu ilmuan politik untuk mendesain penelitian yang lebih baik; mempermudah pembuatan perbandingan dalam penelitian dengan populasi besar, serta mengobservasi relevansi dari fenomena sosial-politik terkait tingkah laku yang sebelumnya sulit untuk di deteksi (Brady, 2019).
Namun demikian, digunakannya Big Data dalam penelitian di berbagai kajian ilmu-ilmu sosial, juga menimbulkan perdebatan yang cukup substansial, khususnya berkaitan dengan teori, metodologi, hingga etika. Munculnya kelompok pendekatan empiris (atau kaum empiric) yang mendeklarasikan semboyan “the end of theory” dengan argumen dimana data adalah pemegang kemudi ilmu “data-driven science” dari melihat fenomena, bukan pengetahuan sebagai pemegang kemudi ilmu atau “knowledge-driven science” yang selama ini diyakini. Chris Anderson misalnya, editor-in-chief Weird Magazine mengatakan “with enough data, the number speak for themselves.” Anderson mengatakan Big Data dan new data analytic serta pendekatan-pendekatan campuran adalah sebuah sinyal dari era baru yang ia sebut sebagai era Petabytes, dimana produksi pengetahuan ditandai dengan akhir sebuah teori. Menurut Anderson, data yang begitu banyaknya membuat metode para ilmuan menjadi usang. Baginya, model dan hubungan yang dihasilkan dari proses analisa big data secara mendasar telah mampu untuk memproduksi pengetahuan yang mendalam tentang fenomena yang kompleks.
Sementara itu, Henry Brady dalam The Challenge of Big Data and Data Science (2019:297) memaparkan bahwa dalam terminologi big data, inovasi dalam metode dan nilai penting suatu data mendorong kepada terbentuknya konsepsi data menjadi kesimpulan deskriptif, melahirkan kesimpulan kausalitas dan prediksi umum. Hal ini juga melahirkan tantangan dimana ilmuan sosial harus memahami arti dari konsep dan prediksi yang didapatkan melalui alogaritma yang sulit, menimbang nilai relatif dari prediksi versus kesimpulan kausalitas, dan menghadapi tantangan etika penelitian sebagaimana metode yang mereka ambil. Dalam hal ini Brady adalah ilmuan politik yang melihat keberadan teori tetap berperan dalam analisa big data karena menurutnya analisa big data hanya melahirkan prediksi, yang artinya bukan jawaban pasti.
Perdebatan pada perkembangan teknologi big data yang membagi ilmuan sosial atas pemihakan kepada metodologi tertentu yang tidak berkesesuaian dengan teknik-teknik penelitian yang tradisional juga terjadi. Mengutip Chang dan Kauffman (2013:67) era big data telah menciptakan banyak kesempatan bagi para peneliti untuk mencapai relevansi keilmuan yang tinggi serta perubahan, hingga transformasi dalam hal bagaimana kita melakukan studi terhadap fenomena ilmu-ilmu sosial. Menurut mereka, kemunculan dari teknologi pengumpulan data yang mutakhir, teknik pengambilan data dan dukungan analisa yang canggih bukan tidak mungkin memunculkan satu metodologi baru yang berbeda dari metode-metode tradisional yang selama ini dipakai ilmuan sosial.
Berkaitan dengan keungkinan munculnya metodologi baru tersebut, Rob Kitchin (2014) sudah terebih dahulu berargumen dalam tulisannya bahwa “keberadaan data dalam jumlah besar telah memunculkan metodologi-metodologi penelitian baru.” Menurut Kitchin, karakteristik big data berupa huge in volume dan high ini velocity jika digabungkan dengan ketelitian metode-metode dan teori-teori sosial yang tepat dapat berkontribusi besar terhadap pengetahuan (Monroe, 2015). Pernyataan Kitchin tersebut tentu memerlukan pendalaman lebih lanjut, baik melalui lebih banyak studi terhadap riset-riset lain, maupun membuktikannya lewat penelitian dengan analisa big data itu sendiri.
Sebagai penutup tulisan ini, yang juga akan mengantarkan kepada pencarian-pencarian ilmiah baru, menurut Helen Margetts (2017), professor Politik di Oxford Internet Institute dalam artikel jurnalnya “The Data Science of Politics”, penting untuk memberikan perhatian yang lebih dalam lagi terhadap asumsi Kitchin tersebut, karena berkaitan dengan metodologi penelitian dan filosofi dalam Ilmu politik. Margetts juga menekankan pentingnya memahami bagaimana perubahan dalam metodologi yang digunakan ilmuan Politik dan secara khusus terhadap kemunculan dan analisa terhadap data-data dalam skala besar yang hendak diteliti. Bahkan menurut Margetts, persoalan pengelolaan data dalam jumlah besar yang kerap melibatkan disiplin ilmu lain tersebut, dapat mengakibatkan pergeseran paradigma dalam disiplin keilmuan, sehingga pantas untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar lagi. Ada kemungkinan perubahan pada metodologi yang mendorong kepada perubahan filosofi terjadi. Apalagi menurut Margetts, analisa big data menuntut keterampilan dan keahlian dimana para ilmuan sosial dan tentu saja pembuat kebijakan tidak mumpuni didalamnya.
*Tulisan ini milik Nofia Fitri, silahkan memberikan credit jika menggunakan sebagai sumber.